PROBOLINGGO - Tragedi maut Stadion Kanjuruhan, Malang pada laga Arema FC vs Persebaya dengan korban meninggal dunia lebih dari 125 orang menjadi duka bersama.
Peristiwa pilu itu mengundang perhatian banyak pihak, termasuk dari pegiat olahraga di Kabupaten Probolinggo.
Tokoh muda dari Pesantren Zainul Hasan Genggong yang juga pegiat olahraga, dr. Haris Damanhuri mengatakan sepak bola merupakan alat persatu masyarakat, tragedi di Stadion Kanjuruhan menambah daftar panjang citra buruk sepak bola Indonesia.
"Sepak bola tidak hanya menyehatkan, tapi juga sebagai hiburan yang tidak mahal dan telah menjadi bagian dari masyarakat kita. Tragedi ini tamparan keras bagi kita semua," ungkapnya, Senin (03/10/2022).
Sepak bola seharusnya bisa dinikmati bersama dengan siapapun baik keluarga, saudara maupun teman.
Tragedi yang menewaskan lebih dari 125 orang itu, lanjutnya menjadi potret buram sepak bola Indonesia.
Tidak hanya secara nasional, dunia internasional juga menyayangkan peristiwa itu. Ini harus menjadi introspeksi bersama agar tidak terjadi lagi.
Di kalangan pesantren, sambung Gus Haris sapaan akrabnya, sepak bola juga menjadi bagian tak terpisahkan. Sehingga fanatisme dari olahraga ini tak bisa dipandang sebelah mata.
"Sepak bola juga olahraganya para santri. Efek fanatisme olahraga tidak hanya sepak bola, tapi juga olahraga lainnya tak bisa dipandang sebelah mata dan perlu harus menjadi perhatian bersama," pungkas kiai muda yang gemar olahraga sepeda ini.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Lutfi Hidayat |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi