PROBOLINGGO, Suaraindonesia.co.id - Anak putus sekolah terus menjadi perhatian Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kota Probolinggo, Jawa Timur.
Untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak di bidang pendidikan tersebut, Dinsos P3A melakukan diskusi publik melalui Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka mencari solusi atas permasalahan sosial yang menyebabkan anak putus sekolah.
FGD digelar di gedung Puri Manggala Bhakti Kantor Walikota Probolinggo, Kamis 9 November 2023. Walikota Probolinggo, Habib Hadi Zainal Abidin, bersama Sekda Kota Probolinggo, Ninik Ira Wibawati, hadir membuka kegiatan tersebut.
Habib Hadi menyampaikan, di tengah capaian Kota Probolinggo sebagai Kota Layak Anak (KLA) Tingkat Utama, masalah anak putus sekolah masih menjadi tantangan bersama untuk diselesaikan.
"Kota Probolinggo sudah menjadi Kota Layak Anak Tingkat Utama, tapi tantangan yang kita hadapi harus menjadi perhatian. Apabila terjadi anak-anak putus sekolah, padahal sekolah sudah gratis berarti ada faktor-faktor lainnya,” ungkapnya.
Dia menambahkan, dinas pendidikan bukan saja mendata secara administratif dalam penanganan kasus anak putus sekolah, tetapi juga perlu mencari penyebab dan memberikan solusi agar anak mau kembali sekolah.
“Saya minta ke Dinas Pendidikan Kota Probolinggo maupun provinsi. Jika ada anak yang berhenti sekolah bukan hanya dicatat atau dihapus saja, tapi harus ada follow-up apa problemnya. Sehingga perlu ada tindak lanjut dari OPD mana yang bisa terus kita lakukan,” ucapnya.
Pada kasus anak putus sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarga, Habib Hadi menyebut, solusinya bisa dengan masuk ke pondok pesantren. Sebab, di pesantren anak bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang tidak memberatkan secara ekonomi.
“Kalau memang itu masalahnya (ekonomi keluarga, Red), ada solusinya, taruh di tempat pendidikan yang mereka bisa mengenyam pendidikan, di mana orang tuanya tidak repot-repot masalah uang sakunya. Di mana tempatnya? ya di pondok pesantren. Agamanya dapat, ilmu umumnya dapat, orang tua tidak perlu repot-repot untuk memikirkan masalah biaya uang sakunya,” terang walikota dari kalangan santri ini.
Sementara Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinsos P3A Kota Probolinggo Mirna Susanti mengatakan, dari hasil pendataan didapati sejumlah anak putus sekolah karena beberapa faktor.
Seperti perbedaan keinginan anak pada target sekolah tertentu, namun karena tidak masuk kualifikasi sehingga terpaksa masuk di sekolah lain.
Faktor lain bisa disebabkan karena minder saat berada di sekolah dan faktor kunci yakni hilangnya keinginan anak untuk bersekolah, sehingga meskipun dipaksa tetap enggan bersekolah.
"Program pengentasan anak putus sekolah yang ditawarkan bapak walikota, apabila memang mau masuk pondok nanti akan dibantu oleh bapak walikota. Intinya, kami mencari problematika dulu alasan anak putus sekolah, baik dari keluarga maupun akibat pernikahan dini untuk mengantisipasi anak putus sekolah," jelas Mirna, Jumat (10/11/2023).
Disinggung soal solusi anak putus sekolah masuk ke pondok pesantren apakah menggunakan dana anggaran dinsos, Mirna menyatakan, tidak ada anggaran program tersebut dari Dinsos Kota Probolinggo.
"Bukan, nanti kami coba carikan pondok yang berkenan dan malah tidak bingung adanya uang saku, yang penting ini kesadaran dari orang tua. Jadi ini harapan bapak walikota untuk mengangkat harkat martabat orang tua, terutama yang sambatnya karena uang saku. Nanti kita mencarikan solusi bersama," terangnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Lutfi Hidayat |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi