PROBOLINGGO - Produsen tempe di Kabupaten Probolinggo mengeluhkan naiknya biaya produksi, pemicunya karena mahalnya harga kedelai impor sebagai bahan baku utama.
Sebelumnya harga kedelai berkisar Rp. 8.000 per-kilogram, saat ini sekitar Rp. 11.500 per-kilogram.
Naiknya biaya produksi tempe tidak sebanding dengan pendapatan produsen, sebab konsumen enggan membeli tempe jika terjadi kenaikan harga.
Seperti dialami seorang produsen tempe asal Desa Randupitu, Kecamatan Gending, Thoip (28) yang khawatir kehilangan pelanggan jika menaikkan harga jual tempe.
"Mau bagaimana lagi mas. Nanti kalau pelanggan saya hilang, saya bisa berhenti garap (produksi-red) tempe," keluhnya, Selasa (22/02/2022).
Selama dua tahun terakhir, Thoip hanya menjual tempe ukuran besar seharga Rp. 13.000 dan seharga Rp. 2.000 untuk ukuran kecil
Untuk menyiasati tingginya biaya produksi adalah dengan mengurangi ukuran tempe, tapi hal itu pun tak berani ia lakukan karena pelanggannya juga akan hilang.
Thoip terpaksa menjual tempe dengan harga dan ukuran lama meski biaya produksi terus naik yang berarti mengurangi pendapatan bahkan merugi.
"Mungkin konsumen saya menganggap tempe itu barang murah, sehingga tak mau jika harganya dinaikkan. Padahal biaya produksinya terus naik," tandasnya.
Thoip dan para produsen tempe lainnya meminta pemerintah melakukan upaya untuk menurunkan harga bahan baku tempe, agar para produsen tempe tak semakin terpuruk kondisinya.
"Saya harap pemerintah segera melakukan tindakan. Saya kan juga rakyatnya mas," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Iwan Setiawan |
Editor | : Lutfi Hidayat |
Komentar & Reaksi