PROBOLINGGO - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo tak tinggal diam dalam upaya memulihkan perekonomian daerah di masa pandemi Covid-19.
Melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) berbagai langkah dilakukan Pemkab Probolinggo agar geliat ekonomi lokal tak semakin terpuruk yang juga akan berdampak pada peputaran ekonomi nasional.
Plt. Kepala Disperindag Kabupaten Probolinggo, Taufik Alami mengatakan dampak pandemi Covid-19 yang sangat terasa pada sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), mengharuskan pihaknya membuat sejumlah terobosan.
Selain tetap mengandalkan sejumlah event/pameran berskala regional dengan keterbatasan dilakukan secara virtual, Disprindag juga mengamankan pemasaran produk UMKM dengan cara membeli produk lokal yang ada.
Namun sebelum itu, Disperindag telah mendorong pelaku UMKM untuk beralih memproduksi produk adaptif yang sesuai dengan kebutuhan saat ini.
"Dari pengusaha batik misalnya, pemasaran mereka tentu menurun jika dijual kain atau baju batik saja. Kami arahkan merema memproduksi masker batik untuk dibeli pemerintah dan didistribusikan kembali. Selebihnya mereka membuat souvenir pernikahan berbahan batik, kan sedang banyak yang butuh kalau souvenir," jelas Taufik, Selasa (24/11/2020).
Hal itu juga diterapkan bagi pelaku UMKM produk makanan-minuman (mamin). Potensi bahan baku lokal digenjot untuk bisa diolah dengan baik termasuk proses pengepakan dan bentuknya.
"Kalau untuk produk mamin seperti gula aren, kami arahkan mereka membuat produknya menjadi brown sugar ada juga yang dijadikan gula kristal aren. Nah kalau bentuk dan kemasannya menarik pembelinya kan juga semakin tertarik," imbuhnya.
Langkah pemulihan ekonomi sektor UMKM itu rupanya tak cukup dilakukan dalam satu wadah kedinasan. Taufik menyatakan telah melakukan langkah-langkah inovasi dengan menggandeng Dinas Pariwisata melalui komunitas pengusaha perhotelan.
"Pada sektor perhotelan kita lakukan sinergitas produk lokal ini digunakan dalam fasilitas hotel. Seperti gula dan kopi lokal misalnya, kita punya potensi untuk digunakan di hotel-hotel," ujarnya.
Penguatan produk lokal di berbagai sektor itu, lanjut Taufik sebagai upaya pemulihan dan peningkatan ekonomi daerah Probolinggo.
"Jika produk yang dibeli dan dipakai itu produk lokal, maka perputaran uangnya kan juga terjadi di Probolinggo. Yang diuntungkan juga masyarakat Probolinggo," tutup Taufik.
Jika geliat ekonomi lokal terus berjalan dan meningkat secara baik, harapannya dapat meningkatkan siklus perputaran ekonomi di Jawa Timur dan nasional.
Tak hanya pemerintah daerah, para pelaku UMKM juga terus melakukan terobosan baik dalam produksi maupun pemasaran. Bahkan upaya bertahan dalam masa pandemi Covid-19 ini juga dilakukan pada bidang edukasi pembuatan produk untuk masyarakat.
Salah seorang pelaku UMKM kerajinan tangan berbahan dasar bambu di Dusun Manis, Desa Laweyan, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Saiful Haq mengatakan UMKM yang paling terdampak pandemi Covid-19 terjadi pada pelaku usaha kerajinan dan aksesoris.
Sedangkan yang bergerak dalam usaha makanan-minuman cenderung lebih aman karena produk yang dihasilkan masih banyak dibutuhkan masyarakat.
Seperti usaha kerajinan bambu miliknya, Saiful menyebut terdapat penurunan omset hingga 70-80 persen di masa pandemi ini.
Saat kondisi normal pendapatan yang dihasilkan mencapai maksimal Rp.30 juta per-bulan, namun karena pandemi terjadi penurunan pendapatan hanya di kisaran Rp.3-6 juta perbulan.
Omset yang hanya tersisa sekitar 30 persen dari masa normal itu, juga telah ditopang dengan terobosan pemasaran berbasis online dan paket edukasi pembuatan produk untuk masyarakat.
Paket edukasi yang dilakukan Ketua Paguyuban Citra Pengusaha Mandiri Probolinggo (CPMP) itu, adalah pembinaan dan teknis pembuatan anyaman bambu menjadi produk perabot rumah tangga dan aksesoris.
Ia menyasar sejumlah komunitas, diantaranya komunitas gowes yang sedang merebak termasuk di Kabupaten Probolinggo. Bahkan peserta paket edukasi itu juga datang dari luar daerah seperti Kalimantan.
"Pemasaran kami fokuskan ke online, tapi karena produk kami sebagian berukuran besar akhirnya terjadi kendala pengiriman untuk ke luar pulau. Terobosannya kami juga sediakan paket edukasi pembuatan produk, tapi hanya bisa mengangkat omset 10 persen saja," ungkapnya.
Produk yang dibuat juga semakin terbatas karena sepinya pembeli akibat terdampak pandemi Covid-19. Kerajinan dengan tingkat kesulitan tinggi, berbahan baku bambu khusus dan memiliki nilai jual tinggi jarang sekali diproduksi.
Alasannya untuk efisiensi bahan baku dan biaya operasional karena sepinya peminat. Saiful lebih banyak memproduksi kerajinan perabot rumah tangga sehari-hari karena peminatnya masih tetap ada.
"Produk yang nilai jualnya tinggi sementara kami produksi sesuai pesanan saja. Kalau produk perabot rumah tangga dan aksesoris yang harganya terjangkau kami tetap membuatnya setiap hari," imbuhnya.
Sebelum pandemi Covid-19, minimal sekali dalam sebulan produk yang dihasilkannya ikut dalam pameran. Tapi selama pandemi nyaris tidak pernah sama sekali.
Hunian hotel di tempat-tempat wisata dan even rutin tahunan seperti Yadnya Kasada dan Jazz Gunung yang menjadi ajang penjualan produk juga terkendala karena adanya pembatasan pengunjung.
Satu-satunya yang dapat diandalkan oleh pelaku UMKM di masa pandemi ini, adalah pembelian dari instansi pemerintah untuk kebutuhan dinas baik makanan-minuman maupun produk kerajinan dan aksesoris. (Sony Wahyu Wirawan/Diskominfo, Statistik dan Persandian Kabupaten Probolinggo/LH/**)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : |
Editor | : |
Komentar & Reaksi